“SENGSARA AKIBAT MALAS”
Setianegara
kecamatan Cilimus di sanalah Toni berasal. Dia tinggal bersama nenek
dan kakeknya, karena orang tuanya tinggal di Bandung. Dia bukanlah
seorang yang kaya apalagi untuk menjadi seorang sarjana. Dia hanyalah
seorang tamatan SMP, tuturnya dia enggan melanjutkan sekolah karena dia malas untuk belajar. Berbeda sekali dengan sepupunya Nana, yang ingin sekali melanjutkan sekolah, walaupun akhirnya dia juga tidak melanjutkan sekolah ke jenjang SMA.
Dari
kecil Toni berwatak keras dan juga egois. Dalam berbagai hal, dia
selalu ingin menjadi nomor satu. Baik dalam uang jajan, kasih sayang,
dan sebagainya. Dia pernah menjalin kasih dengan perempuan bernama Sari,
tetapi kekasihnya itu selingkuh dengan lelaki lain, bahkan sekarang mereka
sudah menikah. Mengetahui itu dia sangat kecewa, hingga akhirnya sifat
dia yang keras sekarang ini tambah menjadi-jadi. Dia sering
mabuk-mabukan, beberapa hari tidak pulang ke rumah, dan lain sebagainya.
Tapi untungnya, suatu hari ada orang yang menawarkan dia dan sepupupunya untuk bekerja di Jakarta. Hingga akhirnya merekapun memutuskan untuk menerima tawaran tersebut dan pergi ke Jakarta.
Di
Jakarta mereka bekerja di sebuah sorum mobil yang cukup besar. Mereka
memang tidak mempunyai keahlian dalam bidang tersebut, tetapi lama
kelamaan merekapun ahli dalam bidang otomotif tersebut. Toni bekerja
dengan cukup baik meskipun kadang-kadang dia sering sekali
bermalas-malasan apabila bosnya menyuruh sesuatu. Berbeda sekali dengan
Nana, Nana bekerja lebih baik dan sangat rajin, oleh sebab itu dia sering mendapat uang seseran.
Toni
adalah orang yang banyak sekali keinginan, tapi dia tidak ingin bekerja
keras. Mungkin bisa dibilang dia itu hanya menunggu keajaiban datang.
Sedangkan Nana orangnya sangat ulet, tekun dan sangat penurut. Hingga
lama-kelamaan Toni merasa iri terhadap Nana. Toni beranggapan bahwa
bosnya itu pilih kasih. Padahal sebenarnya bosnya itu sangat mengerti
dengan sifat dan sikapnya Toni, sehingga bosnya sudah bosan untuk
memerintah si Toni.
Tiga tahun kemudian, sikapnya agak
aneh. Pernah suatu hari dia meneleponku, sekitar pukul 22.30. Nada
dering dari group band Vierra berbunyi dari ponselku. Setelah ku lihat
ponsel, ternyata dari Toni. Aku sangat kaget, karena takut
terjadi sesuatu. Biasanya orang yang menelepon saat tengah malam itu
ada sesuatu yang penting. Dengan hati was-was akupun mengangkat telepon
itu.
Dan “hallo, assalamualaikum?” sahutku.
“hallo, walaikumsalam.. lagi apa Lah?” tanyanya.
“lagi di kamar aja. Kalo Toni lagi apa?” tanyaku.
“oh… Aku lagi makan nih di Restoran padang. Mau nggak?”
“oh.. nggak makasih. O iya, ada apa malam-malam gini nelpon?” tanyaku heran.
“nggak papa.. o ya, aku punya tebak-tebakkan nih mau nggak?”
“oh… boleh-boleh aja.” Jawabku.
Sekitar 15 menit aku teleponan dengan Toni dengan tema yang sangat tidak penting yaitu “teka-teki.”
Setelah aku callingan
dengan Toni, dua minggu kemudian aku mendapat kabar dari sepupunya
bahwa Toni sedang sakit. Sakitnya lumayan parah. Hingga akhirnya dia
memutuskan untuk pulang kampung, supaya ada yang merawat
dan menjaganya. Sampai di kampung aku melihat kondisi badan dia yang
sangat memprihatinkan. Badannya sangat kurus dan mukanya pucat pasi.
Tiga hari dia di rumah nenek dan
kakeknya sifatnya aneh, dia lebih tertutup. Beberapa hari kemudian,
kelakuannya tambah parah. Dia sering sekali berbicara yang sangat
menyakitkan hati orang yang mengajaknya bicara. Entah kenapa dia menjadi
seperti itu. Keluarganya sangat khawatir melihat keadaannya itu.
Beberapa minggu di kampung, tingkat keparahannya meningkat. Dia
sering merusak peralatan rumah tangga dan barang-barang elektronik.
Nenek dan kakeknya sangat bingung harus melakukan apa. Lalu, nenek dan
kakeknya memberi tahu kabar tersebut kepada orangtuanya yang berada di
Bandung.
Suatu
hari terjadi adu mulut Toni dengan neneknya. Dan pagi harinya, ketika
neneknya akan membangunkan Toni, neneknya itu memergoki dia akan meminum
racun serangga. Untungnya neneknya berhasil mencegahnya, tetapi ada
sedikit racun yang sudah tertelan. Hingga akhirnya Toni dilarikan ke
rumah sakit.
Semua
keluarga besar berkumpul untuk merundingkan kesehatan Toni, dan
akhirnya mereka memutuskan untuk membawanya ke suatu pesantren di Jawa
Tengah.
Keluarga Toni
merasa sedikit tenang, karena Toni sudah ditempatkan ditempat yang
seharusnya. Dua minggu kemudian, nenek dan kakeknya ingin mengetahui
keadaan Toni, merekapun pergi ke pesantren itu. Setelah sampai disana
mereka tidak diperbolehkan untuk bertemu langsung dengan Toni. Pengurus
pesantren berkata bahwa selama tiga bulan Toni tidak boleh bertemu
dengan keluarganya. Mendengar itu tentu saja mereka sangat kecewa.
Setelah
tiga bulan berlalu, Toni kembali ke rumah nenek dan kakeknya. Tapi
tidak ada perubahan sedikitpun, hanya fisiknya yang berubah. Badannya
penuh dengan korengan. Toni pernah berkata bahwa dirinya dikurung di
sebuah kamar yang pengap, makan setiap harinya hanya dengan telur saja,
dan sulit sekali mendapatkan air bersih terutama untuk minum dan mandi.
Pakaian pun hanya diberikan seadanya. Padahal sewaktu nenek dan kakeknya
pergi menjenguknya, mereka menitipkan pakaian kepada pengurus pesantren
tersebut. Tetapi ternyata pakaian tersebut tidak diberikan kepada Toni.
Beberapa
minggu setelah pulang dari pesantren, akhirnya dia kembali bekerja di
Jakarta. Tetapi tak lama kemudian sakitnya kambuh kembali. Diapun
akhirnya dikembalikan lagi ke kampungnya. Di kampung kelakuannya semakin
parah. Pikirannya semakin aneh. Dia merasa kalau dia itu sudah menikah
di Bandung dan sudah punya seorang anak. Padahal sebenarnya punya pacarpun tidak. Nenek dan kakeknya Toni tidak bisa melakukan apa-apa, karena apabila menasihatinya justru masalahnya akan semakin rumit.
Besok
paginya Toni berangkat ke Bandung untuk mencari istri dan anaknya. Tapi
sebelumnya dia akan menemui orang tuanya yang berada di Bandung juga.
Setelah
dua hari dirinya berada di Bandung dan tidak mendapatkan apapun,
akhirnya dia pulang kembali ke rumah kakek dan neneknya. Seperti biasa,
kelakuan dan sikapnya tambah aneh. Dia sering sekali menyentak
keluarganya, terutama neneknya.
Pada
suatu hari jam 2 dini hari, neneknya mendengar ada seseorang di dapur.
Dan ketika dilihat ternyata ada si Toni yang sedang memegang obat hama
tanaman. Neneknya langsung merampas dari tangan si Toni, karena takut
terjadi sesuatu. Akibatnya terjadi perseturuan antara nenek dan cucu.
Tapi sayangnya sewaktu neneknya akan merampas obat hama/racun tersebut,
obat itu malah tumpah mengenai pakaian neneknya. Yang akhirnya obat hama
tersebut berceceran di lantai dan menyebabkan sekeluarga muntah-muntah
karena tidak tahan dengan bau dari obat hama yang menyengat tersebut.
Karena neneknya tidak berhenti muntah-muntah, neneknya langsung dibawa
ke rumah sakit.
Setelah menggagalkan aksi bunuh diri yang dilakukan Toni untuk kedua kalinya, akhirnya nenek
dan keluarga lainnya untuk sementara mengungsi ke rumah saudaranya.
Karena rumah dan seisinya tercium bau menyengat akibat dari tumpahan
obat hama tersebut. Sedangkan si Toni ditemani oleh orang tuanya yang
sengaja datang karena diberi kabar oleh keluarganya.
Sementara
nenek dan keluarga yang lainnya menginap dirumah saudaranya. orang tua
dan saudara-saudara yang lainnya bermusyawarah untuk menentukan
kelanjutan hidup dari si Toni. Setelah berjam-jam berdebat, akhirnya
mendapat jalan tengah juga. Mereka akan mengirimkan Toni ke pesantren
yang benar-benar bagus dan tentunya bukan pesantren yang pertama kali
dikunjungi. Dan untuk kali ini tanpa paksaan sedikitpun. Lain dengan
yang pertama, yang penuh dengan paksaan dan kebohongan.
Besok
paginya Toni langsung dibawa ke pesantren dengan diantar oleh
orangtuanya. Dan sampai sekarang dia masih di pesantren tersebut.
Harapan keluarga, Toni bisa pulang dengan sehat dan normal lagi seperti
dahulu.
Sampai
detik ini aku dan keluarga Toni belum tahu apa penyebab pasti dari
sakitnya Toni. Tapi keluarganya banyak berpendapat bahwa itu karena
terlalu banyak keinginan, yang tidak disertai dengan usah dan kerja
keras. Seperti kata pepatah “menunggu hujan uang dari langit.” Tentu
saja itu sesuatu yang mustahil.
Apabila kita ingin bahagia maka kita harus mau berusaha.
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق